Resensi Novel Perahu Kertas
Judul Buku : Perahu Kertas
Penulis : Dewi “Dee” Lestari
Tanggal Terbit : Agustus - 2009
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : 444 hal
“Jadi penulis dongeng? Mau bikin dunia peri???”
Sebuah dialog yang diungkapkan sahabat Kugy pada Keenan, ketika lelaki tersebut kembali ke Jakarta, dan mengurus bisnis Papa nya. Menjelang ending mampu membuat penonton terbahak karena cara pengucapan dialog tersebut.
Lebaran hari ketiga saya kembali bersilaturahmi ke bioskop. Kali ini film yang saya tonton adalah Perahu Kertas, sebuah film yang diadaptasi dari novel best seller mahakarya Dewi ‘Dee’ Lestari. Saya memang belum membaca novel ini, jadi tidak bisa membandingkan isi novel dengan film nya.
Penokohan
Kugy, tokoh paling utama dalam cerita ini. Gadis tomboy yang imajinatif karena hobi menulis dongeng, diperankan oleh Maudy Ayunda. Namanya bisa dibilang terkenal di dunia per-film-an. Kalau saya melihat, sosok Maudy sendiri juga tak jauh beda dengan Kugy. Remaja yang wajahnya sesuai dengan usianya, pembawaannya yang kalem, tidak kecentilan seperti layaknya ABG pendatang baru di sinetron remaja (ya, tidak semua J). Maudy sangat pas memerankan tokoh Kugy. Kalau saya lihat, dari model rambut dan gaya bicaranya, Maudy mirip dengan Endhita istri Onci Ungu. (Endhita pun pernah ikut bermain dalam film ‘Tanda Tanya’ yang juga diproduksi oleh Hanung).
Lawan main dari Kugy adalah Keenan, lelaki cool yang hobi melukis. Tokoh Keenan juga sangat pas diperankan oleh Adipati. Melihat sosok Keenan atau Adipati, saya jadi teringat dengan tokoh Rangga AADC. Bedanya, Keenan bukan lelaki introvert seperti Rangga. Untuk tokoh lain yaitu pacar Kugy, dua sahabat Keenan-Kugy, dan gadis Bali sepertinya mereka pendatang baru (atau saya memang belum pernah menonton mereka).
Sedangkan untuk tokoh pendukung lainnya, banyak juga yang sebelumnya bermain dalam filmnya Hanung seperti Ira Wibowo di ‘Get Married 1-2-3′, Papa Keenan di ‘Ayat-Ayat Cinta’ (kalau saya tidak salah), Murid Pak Wayan tokoh utama di ‘Pengejar Angin’, dan pastinya Reza Rahadian di ‘Perempuan Berkalung Sorban’.
Ketika Perahu Berlayar di Samudra Cinta
Kisah Kugy dimulai ketika Kugy memutuskan untuk kuliah sastra di Bandung. Ada satu adegan awal yang begitu keren bagi saya. Kugy menyampaikan perpisahan dengan meletakkan dua telunjuk di sisi kiri dan kanan pelipisnya (ciri khas Kugy) sambil tertawa-tawa. Sang pacar pun mengikuti gaya Kugy. Mereka mendekatkan wajah, biar kedua telunjuknya bisa menempel.Ya, tak ada pelukan erat dan banjir air mata yang mengiringi perpisahan mereka.
Kugy pun tiba di sebuah tempat kos. Saya tidak tahu apakah Kugy telah mengenal sahabat perempuannya itu sebelumnya, karena begitu tiba di tempat kos, mereka langsung akrab. Adegan selanjutnya, mereka: Kugy, sahabat perempuan dan pacar si sahabat, berangkat ke stasiun untuk menjemput Keenan. Sempat terjadi kekacauan untuk mencari Keenan di stasiun. Namun lagi-lagi Kugy melakukan aksi uniknya yaitu mengangkat telunjuk ke pelipis sambil berjalan ke setiap gerbong. Dua sahabat terbengong-bengong melihat aksi Kugy, namun langkah Kugy terhenti karena ada lelaki yang berdiri di depannya. Ya, sahabat pun akhirnya berhasil ‘menemukan’ Keenan.
Karena kos mereka berdekatan atau memang satu rumah kos, Keenan dan Kugy jadi langsung akrab. Keenan begitu kagum dengan ‘perahu kertas’ hasil karya Kugy, begitu juga dengan buku dongeng tulisan tangan Kugy. Keenan, lelaki cool dengan rambut agak gondrong. Lelaki model seperti ini tak mungkin menyukai dongeng kekanak-kanakan, namun Keenan ingin meminjam buku dongeng Kugy. Wortelina, Nyit Kunyit, Keenan membaca lembar demi lembar tulisan tangan Kugy.
Keenan yang pintar melukis, diam-diam menggambar tokoh wortelina, nyit kunyit, dan tokoh yang ada dalam dongeng Kugy. Layaknya pecinta berat dongeng, Keenan menjelaskan satu-persatu tokoh dongeng yang dia buat: wortelina, nyit kunyit, satu hal yang membuat Kugy begitu terharu.
Kugy yang begitu imajinatif meminta Keenan apakah bersedia menjadi ‘agen neptunus’. Dengan bangga, Keenan pun bersedia. Dia melakukan ucapan seperti yang diminta Kugy (dengan telunjuk ciri khas Kugy tentunya). Selesai, Kugy pun memberikan gantungan kunci inisial K pada Keenan.
Sikap Keenan memberi pelajaran sederhana akan sebuah cinta: bila mencintai seseorang, cintai dulu dunianya. Lantas bagaimana jika dunia orang yang kita cintai tidak baik, jangan paksakan diri untuk mencinta! Karena apa hak kita untuk merubah dunia seseorang!
Jatuh cinta tak lantas membuat Keenan dan Kugy berpacaran. Di suatu resto, Keenan melihat Kugy sedang dinner dengan pacarnya. Keenan langsung merasa bahwa dia mencintai perempuan yang salah. Di satu malam, ketika besoknya Keenan ulang-tahun, Kugy menyiapkan hadiah spesial untuk Keenan, menyatukan gambar Keenan dengan tulisannya dalam sebuah buku dngeng yang baru. Sayang, ketika ingin memberikan hadiah tersebut, dua sahabat Keenan malah mengenalkan seorang gadis bule, pemilik gallery lukisan, pada Keenan. Kugy begitu cemburu, dan mengurungkan niatnya untuk memberi hadiah pada Keenan.
Kugy berpikir, apa dia pantas cemburu pada gadis bule itu. Bukankah dia dan Keenan hanya berteman, sedangkan Kugy sendiri juga sudah punya pacar. Untuk menghilangkan kecemburuannya, Kugy memilih untuk menjauh dari mereka bertiga. Sedangkan Keenan jadi semakin dekat dengan si bule, mengingat gadis ini yang membantu Keenan menjual lukisannya.
Keenan pun marah besar ketika pada akhirnya dia tahu kalau ternyata yang memborong lukisannya hanyalah rekayasa si bule. Hal yang membuat Keenan berniat untuk berhenti melukis. Kugy sempat menyemangati Keenan untuk tidak mengubur mimpinya, “Alangkah baiknya jika semua orang menggunakan hobinya untuk menghasilkan uang.” Namun Keenan tetap pada pendiriannya, tak ingin melukis lagi!
Hubungan Kugy dengan sang pacar semakin mengambang. Pacar Kugy iri pada Keenan yang diberi gantungan kunci.
“Kenapa dia yang kamu kasih? Kenapa bukan aku?”
“Emangnya kamu mau jadi agen neptunus?”
“Ya enggak lah!”
Kugy begitu kecewa dengan jawaban sang pacar. Beda sekali dengan Keenan yang langsung mengiyakan. Pacar Kugy pun tidak suka karena Kugy menjadi guru dongeng di ’sekolah panggung’ milik sahabatnya. Akhirnya, mereka pun putus.
Keenan memutuskan untuk tinggal di Bali, sambil belajar melukis lagi di gallery Pak Wayan. Seorang gadis Bali, keponakan Pak Wayan, diam-diam mencintai Keenan. Ada seorang lelaki Bali yang terlihat cemburu dengan kedekatan Keenan dan gadis itu.
Waktu berlalu, Kugy pun lulus menjadi sarjana sastra. Dia melamar pekerjaan sebagai (hanya) Office Girl di kantor advertising. Ketika rapat redaksi (apakah ini ya istilahnya untuk tim advertising) dan tim sedang mati ide. Bos Kugy meminta Kugy untuk menyumbang ide. Dengan gaya khasnya Kugy berpikir, semua tim kembali bengong, dan pada akhirnya ide Kugy berhasil goal di mata klien. Kugy pun diterima sebagai karyawan tetap di kantor tersebut. Kedekatan Kugy pada bos membuat sekretaris bos cemburu.
Benang merah yang didapat dari kisah cinta ini adalah: ada begitu banyak remaja dan orang dewasa yang cemburu. Keenan pada pacar Kugy, Kugy pada gadis bule, Lelaki Bali pada Keenan, Sekretaris bos pada Kugy. Yang membedakan adegan cemburu di film ini dengan sinetron yang pernah ada adalah: tidak ada aksi pamer wajah jutek, perang mulut, jambak-jambakan rambut, dorong-dorongan pundak, atau umpatan kasar dan ancaman di antara mereka. Cemburu, lantas menjauh, hanya itu yang mereka lakukan. Ya, cemburunya remaja cerdas memang sangat keren di mata saya. Tak perlu bertengkar memperebutkan satu orang, seperti di dunia ini tak ada lagi manusia yang pantas untuk dicintai selanjutnya.
Ada Mimpi di Balik Cinta
Kugy bermimpi untuk menjadi penulis terkenal. Dia begitu bangga ketika cerpennya masuk majalah. Saking senangnya mendapat honor, Kugy mentraktir empat sahabatnya. Di suatu adegan pun, Keenan sempat mengungkapkan, “Aku doakan kamu jadi penulis terkenal”.
Sedangkan Keenan bermimpi menjadi pelukis. Sayang, tak seperti Kugy yang kuliah sastra karena keinginannya, Keenan terpaksa harus kuliah ekonomi atas permintaan Papanya. Ketika mendapat kabar bahwa lukisanya laku 30 juta, Keenan memutuskan berhenti kuliah. Bukan main marah Papanya, sampai Keenan diusir dari rumah.
Belakangan di saat dia tahu bahwa lukisan itu yang membeli adalah gadis bule yang begitu menggilai dirinya, Keenan putus asa dan menetap ke Bali. Sang Papa yang koma membuat Mama Keenan menyusul anaknya, dan Keenan pun pulang ke Jakarta untuk mengurus bisnis Papanya.
Well, mimpi dan cita-cita, memang hak semua orang. Tak salah jika Keenan memilih untuk menjadi pelukis saja, karena dia lebih tahu akan talenta dan keingingannya. Namun, salahkah sang Papa yang memaksanya untuk kuliah ekonomi, mengingat nantinya Keenan akan meneruskan bisnis Papanya? Pilih kuliah ekonomi lantas bekerja di kantor, atau menjadi pelukis? Satu hal yang selama ini ada di benak sebagian orang: pekerjaan itu hanya satu! Padahal, jika kita mampu membagi waktu, bisa saja kita punya tiga pekerjaan sekaligus. Hal yang sama ketika orang lain melihat saya bisnis coklat, banyak orang yang bertanya, “Emang sekarang udah nggak ngajar lagi?” Waw, mengajar itu kan hanya dari pagi hingga sore, malamnya nulis, dan sabtu-minggu produksi coklat. Bisa kan punya tiga pekerjaan!
Jadi, andai saya menjadi Keenan, saya akan tetap kuliah ekonomi dan meneruskan hobi melukis. Kalau ada yang bilang, menulis atau melukis itu hanya pekerjaan sampingan. Saya teringat akan nasihat Pak Mario Teguh, tidak ada pekerjaan utama dan sampingan, selagi kita menganggap semuanya itu penting. Semua adalah pekerjaan utama.
Pada akhirnya Keenan harus mengurus bisnis Papanya. Andai dia meneruskan kuliahnya, mungkin ilmu yang dia dapat makin banyak. Begitu juga dengan Kugy yang akhirnya bekerja di perusahaan advertising. “Bukannya cita-cita dia jadi penulis dongeng?” Tanya Keenan. Ya, jaman sekarang ini, jangan pernah terlalu idealis. Gue maunya jadi ini, bukan itu! Sadarilah, ini dunia, bukan surga di mana apa yang kita inginkan bisa didapat dalam waktu satu detik (konon begitu katanya, mengingat saya belum pernah tinggal di surga). Ada seseorang yang saya kenal, dia berprinsip maunya bekerja dalam bidang ini, dan sampai sekarang dia masih menganggur, karena belum ada pekerjaan seperti keinginan dia. Padahal banyak tawaran di bidang lain, namun semuanya dia tolak. Bekerja di kantor advertising pun bukan lantas Kugy tak bisa menulis lagi. Mengingat setahu saya menjadi penulis itu tidak repot, hanya kirim karya dan tunggu hasil (tunggu hasil ini yang lama!). Tak perlu bekerja di kantor seharian, kecuali kalau jadi wartawan atau penulis full time.
Tak Ada Gading yang Tak Retak
Secara keseluruhan, film ini memang keren. Namun ada hal yang menurut saya kurang pas. Seperti ketika si gadis bule tiba-tiba saja masuk kamar Keenan ketika Keenan sedang tidur. Dan juga Keenan masuk kamar gadis Bali lalu diam-diam meletakkan hadiah di genggaman perempuan itu ketika perempuan itu juga sedang tidur. Saya rasa, karena ini film Indonesia, sepertinya scene ini kurang baik.
Namun, ya tak ada gading yang tak retak. Adegan ini hanya adegan kecil yang tak mengurangi keindahan film.
Kesimpulan dari film ini: jadilah orang yang pintar, serba-bisa, singkatnya: multi talenta, agar kita bisa terdampar di mana-mana. Saya punya sahabat sarjana pendidikan biologi, namun dia bisa semua pelajaran. Dan sekarang, dia yang paling banyak menerima job, tak hanya mengajar biologi saja. Begitu dengan salah seorang tim pengajar di bimbel kami. Kami baru saja merekrut anak tetangga lulusan SMA baru akan kuliah. Karena cerdasnya luar biasa, kami memberikan dia kesempatan mengajar hingga anak kelas 2 SMA, usia muridnya beda dua tahun dengan gurunya.
Sekali lagi, ini sebuah kisah remaja yang cerdas. Memang, tak mungkin seorang Dewi Lestari membuat naskah novel dan script film asal-asalan. Apa bedanya dengan sinetron remaja yang nggak jelas (ya, tidak semuanya J) yang hanya menjual kisah cinta dan cinta saja. Ada cinta, ada cita-cita, ada juga saling memaafkan, inilah pesan moral yang disampaikan film ini pada penonton, khususnya remaja.
sumber:
http://hiburan.kompasiana.com/
http://hiburan.kompasiana.com/
Komentar
Posting Komentar